Indonesia
darurat hutang katanya. Isu yang belakangan memanas seiring dengan depresiasi
rupiah terhadap dolas AS. Yah, kalau ditanya sama anak muda (sebut saja
mahasiswa), beragam pendapatnya. Ada yang bilang Utang Indonesia masih aman, ada
yang bilang Indonesia sudah darurat utang dan ada juga yang tidak tahu menahu
tentang masalah tersebut. Ya meski akurasi dari opini-opini anak muda
(mahasiswa) itu juga masih perlu dipertanyakan kebenarannya, tapi tentu
terlepas dari benar atau salah, beropini adalah sebuah langkah progresif bagi sebuah
proses pembelajaran. Demikian juga saya pada tulisan sederhana ini yang mencoba
beropini tentang isu utang negara ini.
Kalau
ditanya Indonesia darurat utang atau tidak, tentu jawabannya hanya ada dua, ya
atau tidak. Ya, kalau bicara darurat utang atau tidak, paling-paling jatuhnya
ke analisis rasio keuangan. Hanya saja saya punya sedikit keresahan yang
dikarenakan beberapa orang mengunakan rasio yang menurut pendek pengetahuan
saya tidaklah tepat untuk digunakan dalam mengukur Indonesia darurat utang atau
tidak, meski ada rasio yang memang cukup mencerminkan.
Rasio Utang Terhadap Aset
Nah,
beberapa orang pakai analisis ini nih buat bangun opini aman atau tidaknya
utang negara kita. Ya, katanya ini bisa dipakai untuk mengukur kemampuan kita
membayar utang. Memang total aset kita masih jauh di atas total utang. Tapi yang
saya mau katakan buat orang-orang yang menggunakan rasio ini adalah “Kalian
Jahat”. Kenapa? Karena rasio utang terhadap aset itu hanya dipakai oleh
kreditur yang akan berguna jika dan hanya jika asumsi yang dipakai adalah -
perusahaan yang berutang (debitur) dilikuidasi. Jadi mereka (kreditur) mau tahu
berapa aset yang menjamin setiap utang dari perusahaan tersebut. Semakin tinggi
aset, semakin mampulah perusahaan membayar utangnya KETIKA diLIKUDASI nanti.
Nah
pertanyaannya, jika orang-orang yang menggunakan rasio ini untuk mengukur tingkat
keamanan utang Indonesia, apakah dia sadar bahwa secara tidak langsung dia
sudah berasumsi bahwa Indonesia akan bangkrut dan dilikudasi? Jadi rasio ini
sangat tidak menunjukan kemampuan bayar utang suatu negara (dalam asumsi
keadaan normal, tidak dilikuidasi).
Rasio Utang terhadap PDB
Ya,
kalau ini ada beberapa cara pandangnya sih. Pertama, dengan melihat persentase
defisit anggaran per tahun (defisit anggaran akan dibiayai dari utang). Defisit
anggaran selalu diupayakan oleh pemerintah agar tetap berada di bawah 3% sesuai
amanat Undang-undang. Tahun ini defisit anggaran turun menjadi sebesar 2,19%. Lalu,
apa hubungannya ke PDB? Nah, dengan defisit anggaran (atau kata lain,
pertambahan utang) sebesar 2,19% itu, berapa pertumbuhan ekonomi yang mampu
dicapai? Kita asumsikan saja sesuai target pemerintah, yang kalau saya tidak
salah di kisaran 5,1-5,4 %. Kita ambil saja jalan tengahnya 5,3% (meskipun saya
sendiri agak pesimistis bisa sampai segini). Jadi bisa kita lihat, pada satu
tahun anggaran, utang bertambah 2,19% dan PDB kita bisa naik 5,3%, terdapat
surplus sebesar 3,11%. Namun defisit yang kita maksud tadi barulah pokok dari
utang pembiayaan dan belum termasuk bunga atau yield obligasi atau apalah
namanya, yang kita sebut sajalah 5-6%. Maka jika kita hitung beban utang yang
lahir pada tahun berjalan ditambah bunga adalah sebesar 2,32% (hitung sendiri
pakai kalkulator) dari PDB (asumsi yield obligasi negara 6%). Secara hitung-hitungan
masih surplus sih..
Tapi
apasih hubungan utang terhadap PDB? Memangnya kenapa kalau pertumbuhan PDB
tahun berjalan lebih tinggi dari pertumbuhan utang (defisit anggaran) pada
tahun berjalan? PDB itu ya paling tidak mencerminkan beberapa hal utama seperti
Confident Pasar dan pendapatan negara. konfident pasar
artinya keberanian para pelaku usaha untuk meningkatkan konsumsinya untuk
ekspansi usaha, ditandai dengan pertumbuhan kredit yang meningkat atau
peningkatan daya beli dan konsumsi rumah tangga. Pendapatan negara kita bisa
ukur dari nilai di APBN, yang kemudian kita bandingkan dengan total PDB pada
tahun berjalan. Karena pendapatan negara yang menjangkau hampir di semua sektor
adalah pendapatan pajak, maka dikenallah dengan yang namanya Tax Ratio, yang
menghitung berapa persentase penerimaan pajak terhadap PDB. Dan tahun 2017 Tax
Ratio Indonesia hanya berada di kisaran 9%. Jadi semakin tinggi PDB, semakin
tinggi kepercayaan pasar pada ekonomi domestik sehingga berimplikasi menaikkan
investasi, capital Inflow, dll. Begitu juga seharusnya dengan penerimaan
negara, akan meningkat seiring dengan meningkatnya PDB kita.
Leverage Ratio
Leverage
ratio ini sederhananya menghitung dan melihat komposisi dari utang kita. Apakah
mayoritas utang jangka panjang atau jangka pendek. Mayoritas utang jangka pendek tentu akan
merepotkan negara dalam mengurus likuiditasnya, sementara mayoritas utang
jangka panjang cenderung dianggap lebih aman, meskipun tidak selalu begitu.Tentu
beberapa kali kita dengar bahwa utang Indonesia sebagian besar masih berstatus
jangka panjang. Namun saya belum pernah mendapat data tentang kapan saja
tanggal jatuh tempo dari utang-utang jangka panjang itu. Karena yang saya
khawatirkan adalah ketika utang jangka panjang itu memiliki tanggal jatuh tempo
yang relatif sama, maka pada periode tertentu nanti, Short term Leverage akan
mendominasi komposisi utang kita, yang artinya kita bisa kesulitan likuiditas.






0 komentar:
Posting Komentar